Ternyata Masih Sempit
Ternyata Masih Sempit
LIGACAPSA Kejadian ini juga berawal
dari email yang masuk memberikan komentar atas kisahku yang dimuat.
Rambut kemaluannya tipis sekali, bukan karena tidak tumbuh lebat,
melainkan Dewi rajin mencukurnya. Dan ketika burungku bersentuhan dengan
bibir vagina bagian luarnya, mengalir perasaan sedikit geli karena
rambut-rambut kecilnya tajam menusuk sekitar kemaluanku.
Namun gesekan itu tidak berhenti sampai disitu, vagina yang sudah basah
mempermudah jalan masuk penisku yang sudah keras menembus dinding dalam
vagina yang walaupun sudah tidak sempit lagi tetapi masih terasa nikmat
untuk dikocok keluar masuk pelan, kencang, pelan, kencang.
“Ogh… ogh..!” suaraku sudah tidak teratur lagi.
Gerakan pinggul Dewi sudah semakin liar dan tidak teratur.
“Mmhh.. mmhh.. yaagghh..!” sepertinya orgasme akan datang, dan Dewi
tampak menikmatinya.
Tidak sampai lima menit dari penetrasi, Dewi orgasme, dan aku
mempercepat gesekanku agar dapat klimaks juga.
“Yess..!”
Aku sempat kaget ketika spermaku berhamburan, sementara aku belum siap
menarik keluar burungku, Dewi berteriak. Dia sengaja menekan pantatku
supaya aku tidak dapat menarik keluar burungku, dan spermaku keluar di
dalam vaginanya.
Kesokan harinya aku datang ke tempat Santi, dan tanpa basa-basi setelah
mengobrol seperlunya, kami ke kamar atas dan melucuti pakaian kami
masing-masing hingga tidak ada satu pun yang tersisa. Seperti biasa,
Santi pintar sekali memainkan lidahnya baik itu di mulutku, juga di
kemaluanku. Sementara aku meraba-raba rambut kemaluannya yang lebat dan
lurus. Vaginanya rapat dalam satu garis masih kering. Desah nafas kecil
kami berdua membuat gerakan tanganku semakin aktif membuka dan mencari
klitorisnya, sementara Santi mengajakku berlutut. Aku sudah paham dengan
posisi yang diinginkan.
Burungku sudah dikulumnya, sementara lidahku juga sudah berhasil membuat
vagina Santi mulai mengeluarkan cairan. Baunya agak berbeda dibanding
Dewi, Santi lebih harum. Hisapan mulut Santi yang kuat dan dalam membuat
burungku keras sekali dan kadang terasa sakit, namun anehnya Santi
pandai mengatur irama, sehingga aku tidak keburu keluar. Dia sudah cukup
mengerti daripada permainan usai dan dia belum apa-apa, lebih baik
mengalah. Begitulah yang kualami.
Namanya Dewi, umur 37 tahun keturunan indo, tetapi sekilas tidak akan
nampak karena rambutnya hitam lebat sebahu. Tinggi rata-rata wanita
Indonesia 160 cm, payudara tidak terlalu besar, 32 cup B, kulitnya
kuning langsat tetapi tidak terlalu mulus karena katanya waktu kecil
nakal, sehingga sering jatuh dari sepeda. Hanya satu yang menunjukkan
dia wanita blesteran, yaitu matanya yang biru laut. Semula aku juga
mengira itu pun karena dia menggunakan kontak lens, tetapi ternyata mata
indah itu memang asli dari sananya.
Percintaanku berawal dari sebuah pesta pernikahan teman istriku.
Istriku? Ya, cerita kali ini aku sudah beristri. Bagi pembaca yang
mengikuti ceritaku, 6 kisah sebelumnya memang aku belum beristri. Namun
kini, meskipun aku sudah memiliki istri yang cantik, tetapi penyakitku
untuk bercinta dengan wanita lain belum hilang, walaupun frekuensinya
jauh kukurangi. Dan kisah ini adalah perselingkuhanku pertama sejak aku
beristri.
Di pesta itu, tentu saja kami bertemu dengan banyak teman istriku.
Seperti reuni begitulah gambarannya. Dan dari sekian banyak tamu, aku
diperkenalkan dengan Santi, teman istriku waktu kelas dua SMA dulu.
Santi, gadis biasa saja dan masih single (saat itu berumur 26 tahun).
Biarpun begitu, tubuhnya sangat ideal dan proporsional. Benar dugaanku,
Santi adalah seorang peragawati semi professional. Berbeda dengan model,
memang peragawati lebih mengandalkan bentuk tubuh dibanding wajah yang
cantik. Namun demikian, dapat dikatakan Santi memiliki wajah yang
khas.., ya khas perpaduan antara Jawa dan Itali. Betul. Santi gadis
peranakan bapak Italia dan ibu Jawa Tengah. Kami bertiga cepat akrab,
dan sebelum berpisah, masing-masing meninggalkan alamat dan nomor
telpon.
Empat hari kemudian, Santi menelpon istriku. Kami diundang ulangtahun
Santi yang ke 26 di rumahnya, dan hanya dihadiri kerabat dekat dan sanak
saudara. Entah kenapa, kami juga ikut diundang, padahal istriku bukan
termasuk teman dekatnya, bahkan saat SMA pun bukan termasuk kelompok
bermainnya. Mungkin karena saat di pernikahan tempo hari kami termasuk
yang akrab dan menemani Santi hingga acara usai, sehingga dia merasa
tidak sendiri saat itu. Modal yang cukup untuk menjalin persahabatan
baru, begitu mungkin pikiran Santi.
Di pesta ulangtahun itulah, kami diperkenalkan dengan Dewi, kakak
perempuan tertua Santi. Karena Santi sibuk menemani sanak saudara, maka
kami ditemani Dewi. Sendirian? Ya.., ternyata Dewi datang sendiri saja,
karena dia telah bercerai dengan suaminya dua tahun yang lalu. Mantan
suaminya adalah orang asing yang bekerja di perusahaan asing, ketika
kontrak kerjanya habis, dia kembali ke negeri asalnya, karena terjadi
ketidakcocokan, mereka bercerai dan dua anaknya yang masih kecil ikut
mantan suaminya.
Bagaimana aku bisa tahu itu semua? Bukanlah hal yang sulit buatku untuk
berbincang-bincang dan menggiring ke kehidupan keluarga, di acara pesta
sekalipun. Domino 99
Entah karena kami betah ngobrol atau mungkin karena pestanya tidak lama.
Akhirnya tinggal kami berenam di rumah itu, Santi dan Dewi, kami
berdua, dan kedua orangtua mereka. Tetapi hanya 15 menit saja orangtua
Santi menemani kami, lantas undur diri dalam diskusi kami. Tinggalah
kami berempat mengobrol hingga larut malam. Karena obrolan mengarah
kepada kisah-kisah SMA dulu, maka aku dan Dewi mencari topik yang lain,
karena memang aku tidak satu SMA dengan istriku, dan Dewi meskipun di
SMA yang sama dengan mereka tetapi jaraknya jauh di atas, sehingga juga
tidak mengerti.
Dari perbincangan dua kutub, akhirnya benar-benar menjadi dua tempat
diskusi yang terpisah. Kami mengobrol di halaman depan, sementara Santi
dan istriku ngobrol di ruang tengah sambil membuka-buka foto mereka masa
SMA dulu. Sementara kami? Dewi lebih banyak ngobrol masalah kehidupan
sehari-hari.
“Tidak mencoba cari suami lagi Mbak..?” tanyaku dalam obrolan kami.
“Ingin sih.., tapi masih trauma Dik Sakti.”
“Dua tahun menjanda kan cukup toh Mbak..?”
“Betul.., tapi tujuh tahun pernikahan yang kami jalani lebih membekas
tuh..!”
“Trus ngapain dong kalau malam minggu..? Tidak mungkin di rumah aja
kan..? Dan juga tidak mungkin jalan-jalan terus kan..?”
“Oh.., biasanya malam minggu aku sibukkan dengan main internet di
rumah.”
“Wah, berarti tahu situs-situs porno dong..! Ha.. ha..!”
“Ih ngaco deh Dik Sakti ngomongnya, ntar aku bilangin istrinya lho..!”
“Pernah masuk ke Bispak.org nggak..?”
“Sering..,” jawab Dewi tanpa malu sambil menyebut beberapa cerita yang
ada disana. Dan, “Hanya sebatas petting..?”
Betul, salah satu yang terucap dari bibirnya adalah kisah yang berjudul
‘Hanya Sebatas Peting’.
“Kenapa nggak coba menghubungi pengarangnya lewat email Mbak..?”
pancingku agar dia mengirim email ke pengarang ‘Hanya Sebatas Peting’,
ya.., agar dia mengirim ke emailku, karena aku lah pengarang kisah
‘Hanya Sebatas Peting’ tersebut.
Dua hari kemudian, dugaanku tepat, ada email masuk ke alamatku dan ingin
berkenalan lebih jauh setelah membaca kisah ‘Hanya Sebatas Peting’. Aku
tahu itu pasti Dewi. Ya, segera kubalas dengan memberikan no. HP-ku
(kebetulan Dewi tidak tahu no. HP-ku). Alangkah terkejutnya Dewi ketika
menelponku dan mengajak berhubungan seks, ternyata itu adalah aku, suami
dari teman adiknya. Dan aku pun lebih terkejut lagi, dia ternyata bukan
Dewi, tetapi Santi teman istriku. Santi dan Dewi menggunakan email yang
sama dan sama-sama hobby membaca Bispak.org, dan rupanya Dewi menyuruh
Santi mengirim email dan menelponnya. Aku terpaksa memohon untuk menutup
rahasia ini dari istriku, dan sebagai balasannya kami bertiga akan
bercinta.
Kami janjian di rumah Dewi, mula-mula kami bermain kartu, akhirnya Santi
menawarkan strip poker. Cukup beruntung, setengah jam Santi dan Dewi
dapat kukalahkan, dan seluruhnya berhasil kulucuti pakaiannya, sementara
aku baru sebatas telanjang dada saja.
Permainan kami hentikan, dan aku memulai meraba tubuh Santi yang memang
lebih seksi dibanding kakaknya Dewi. Meskipun belum menikah, tetapi
sepertinya Santi sudah cukup pengalaman dengan pemanasan yang kumainkan.
Terbukti, Santi mampu mengimbangi ciumanku, bahkan dalam posisi 69
sekalipun, Santi mampu memainkan burungku di rongga mulutnya cukup lama
dan memainkan lidahnya di dalam sana.
Rambut kemaluannya lebih lebat dari Dewi dan lebih mengundang nafsu. Aku
mencari klitorisnya dengan lidahku. Ketika kusentuh, terasa getaran
reaksi dari Santi. Dapat dikatakan inilah foreplay terlama yang pernah
kumainkan. Hanya dengan mengulum burungku, aku klimaks dan mengeluarkan
sperma yang langsung ditelannya, setelah itu dijilatinya burungku hingga
bersih, terus dan terus permainan tidak berhenti.
Meskipun burungku sudah mengecil karena orgasme, Santi tidak berhenti
memainkan burungku di dalam mulutnya, sementara aku sudah kewalahan
melayaninya, lidahku sampai pegal memainkan bibir vagina dan
klitorisnya. Kulumanku kuhentikan dan kuganti dengan memainkan jemariku
di lubang vaginanya yang basah. Dua jari sudah kumasukkan ke dalam
lubang vaginanya yang hangat, dan Santi berhasil membangunkan burungku
kembali setelah terkulai sekitar sepuluh menit. Dan Santi belum
menyelesaikan permainannya.
Luar biasa! Telurku dimainkan dengan sentuhan lidahnya yang halus,
merambat pelan bibirnya menyentuh burungku, dan dilumurinya seluruh
permukaan burungku dengan jilatannya yang sedari tadi terasa hangat. Aku
tidak mau keluar untuk yang kedua kalinya. 45 menit hanya untuk oral,
aku segera berbalik badan dan mempersilakan Santi memegang burungku yang
sudah keras, dibimbingnya dan diarahkan ke lubang vaginanya. BandarQ
“Ooougghhh… my god..!” desahku.
Masuk sudah seluruh penisku di lubang kenikmatan Santi, posisiku di
bawah dan Santi di atas. Sambil menghentak-hentakkan pantatnya naik
turun memompa dan menjepit burungku, rupanya Santi lebih pengalaman dari
yang kubayangkan. Kemana Dewi? Dia masih sabar menunggu gilirannya,
tetapi aku sudah tidak kuat, daripada dia kecewa nantinya maka kuajak
dia mengangkangiku tepat di atas kepalaku. Aku jilat veginanya
semampuku, karena aku sudah tidak konsentrasi dan sulit bernafas karena
permainan Santi.
Untunglah Dewi lebih mudah terangsang dari yang kuduga. Cukup lima menit
vaginanya sudah basah terasa asin dan anyir, tidak seharum Santi. Aku
semakin sulit bernafas karena goyangan Santi semakin cepat dan dalam
menekan burungku. Sepertinya aku sudah mau dapat, dan Santi masih asyik
dengan gerakannya. Maka dengan refleks kutarik batang kemaluanku dan
Dewi kurebahkan di bawah. Burungku mengarah ke lubang vagina Dewi yang
jauh lebih basah dari Santi, sementara tiga jariku kumasukkan ke vagina
Santi menggantikan tugas burungku.
Aku tidak mau keluar sebelum Santi dapat, dan pasti aku kelelahan
sebelum Dewi kulayani. Untunglah Santi dapat mengerti, dan tetap
menikmati jemariku di dalam vaginanya. Dan Dewi sudah terengah-engah
dengan gerakanku keluar masuk vaginanya yang lebih kecil dibanding
Santi, walaupun tidak serapat Santi.
Teriakan yang tertahan menandakan Dewi mendapatkan kepuasan, untunglah
tugasku sudah selesai dengan Dewi, sehingga aku dapat melanjutkan dengan
Santi dan spermaku keluar untuk kedua kalinya tidak lama setelah
kumasukkan ke dalam vagina Santi. Mudah-mudahan Santi pun puas, karena
aku tidak melihat gejala dia orgasme meskipun kudengar dia teriak saat
spermaku menyembur di vaginanya.
Badanku terasa lemas bercinta dengan dua perempuan sekaligus, untunglah
Dewi tidak sehebat Santi. Maka sejak saat itu, aku tidak mau lagi
bercinta sekaligus, aku baru mau kalau hanya satu-satu, dan aku lebih
banyak bercinta dengan Santi karena selain lebih seksi, lebih bergairah
dan yang terpenting aku dapat orgasme minimal dua kali. Pernah aku
bertanya terus terang dengannya, apa Santi juga orgasme ketika bercinta
denganku. Jawabannya kadang-kadang, tapi dia mengakui suka karena
kebutuhannya terlampiaskan. Dan ketika tidak orgasme, dia selalu
melanjutkan sendiri dengan ‘dildo’-nya.
Dua bulan hubungan kami bertiga berjalan hingga Santi meneruskan
studinya ke Jerman memperdalam bidang Information Technology, dan Dewi
masih tetap sendiri, hanya saja saat ini ada lelaki yang sedang dekat
dengannya dan sepertinya dia mencoba untuk serius. Sementara aku masih
tetap menjawab email yang masuk terutama wanita, tetapi kebanyakan
mereka tidak ada yang seberani Santi dan Dewi untuk berlanjut lebih dari
sekedar berkirim email.
Hingga suatu saat ada email yang kukira junk email dari luar negeri, dan
ketika kubuka, Santi..!
“Hey… gue seneng disini. Gue bisa orgasme terus setiap berhubungan
dengan temen-temen gue yang orang bule. Ha… ha… burungnya besar-besar
lho.., dan penuh di mulut gue… ha… ha…” isi emailnya.
Sialan.., aku kesal tetapi tersenyum juga melihat isi emailnya.
Tidak ada komentar: