Pengalaman Seks Dhea yang Tragis
Pengalaman Seks Dhea yang Tragis
LIGACAPSA Dan aku sudah menjalankan
rencanaku. Aku main ke rumah Dhea bekali-kali, sepanjang siang dan malam
sampai aku telepon untuk mengetahui kapan Dhea ada sendirian dan kapan
orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskan untuk masuk ke
rumah Dhea aku sudah memastikan bahwa orang tua Dhea sudah tidur dan
Dhea ada di kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Dhea sementara
orang tuanya tidur di kamar mereka.
Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya
pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan
membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah
ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam
keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang
gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku
siap meloncat melarikan diri. Tapi waktu aku sampai di depan kamar
tidur Dhea rumah itu masih gelap dan sunyi senyap. Aku buka pintu dan
masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku
yang berdetak keras sekali.
Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling
susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Dhea ada di
lantai dasar. Aku berdiri di samping ranjang Dhea memilih langkah
selanjutnya. Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan
tegang sampai ngilu. Mata Dhea terbuka menatapku tidak bisa bernafas.
Aku ada di sebelah ranjangnya mencekik lehernya, sementara tangan kiriku
mengcungkan belati di depan wajahnya.
“Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati.” aku dengar nada
suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.
Dhea tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia
terbatuk-batuk.
“Kalau aku lepasin tanganku, lo berguling tengkurap dan jangan berisik
atau aku potong leher lo.” Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia,
tapi paling tidak itu berhasil bikin Dhea ketakutan. Dhea langsung
menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan
mengikat pergelangan tangannya di belakang.
Selimut yang menutupi tubuh Dhea sekarang sudah ada di lantai, dan aku
bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Dhea
langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke tas
membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Domino 99
Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku
menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan
pantat Dhea yang mungil. Aku menindih Dhea dan bergoyang- goyang membuat
penisku bergesekan dengan pantat Dhea dan dengan tanganku yang bebas
kuraba bagian dada Dhea yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada
Dhea masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan
dengan telinga Dhea.
“Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar
segera.”
Mata Dhea terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan
celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku
melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Dhea
yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya
tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan
tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Dhea sempurna buatku.
Aku buka kaki Dhea tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan
wajahku, yang membuat Dhea mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya.
Aku benamkan wajahku ke selangkangan Dhea, menikmati wangi tubuh Dhea,
yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba- raba vaginanya
yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk-
nusuk dengan jariku.
Ini membuat erangan Dhea makin keras sehingga aku harus mengancamnya
lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya
mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin
Dhea mulai terangsang oleh jariku.
“Lo suka Dhea? Hei, lao suka tidak?” Dhea hanya menangis. Aku terus
meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik
celana dalam Dhea sampai lepas.
Aku makin mencium bau tubuh Dhea. Dan aku mulai gila. Aku balik lagi
badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Dhea lewat depan.
Dhea berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat
ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya
yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat
pipi Dhea berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka
lihat tatap mata Dhea, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi
begitu penisku sudah masuk ke vaginanya.
Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk
membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, “Ayo lebih lebar
sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis..”, Aku ingin
tahu dia masih perawan atau tidak. Dhea tidak meronta-ronta, soalnya
aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan
mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.
“Lo masih perawan tidak Dhea? Masih? Masih apa tidak.”
Dhea terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Dhea
agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras.
Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh
Dhea yang emang terangsang.
“Bukan gitu sayang, lo musti buka lebih lebar lagi..”
Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah.
benar-benar super sempit. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku,
dan merasakan jepitan vagina Dhea yang hangat yang membuat penisku ingin
merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan
mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
“Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus
pergi.”
Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua
kaki Dhea ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke
vagina Dhea. Aku lihat lagi buah dada Dhea dengan putingnya yang
mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku
dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas
tahun itu dengan seluruh tenagaku.
Dhea menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya
sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah
sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin
membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Dhea menjerit serta aku
menghentak masuk. Dhea semakin histeris sekarang.
Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan
perhatian untuk menyakiti Dhea, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan
buat Dhea. Aku terus menghentak- hentak di atas tubuh Dhea, dengan
kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting- banting
karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Dhea dengan
penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin
brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan
celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Dhea. Aku
kesetanan merasakan tubuh Dhea, aku meremas setiap bagian tubuh Dhea,
meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya
yang kecil buat menopang tubuhku.
Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Dhea. Dhea
beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya,
berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah
Dhea memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya
sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum
aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Dhea langsung
berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
“Brengsek, tidur ke lantai.”
Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh
berlutut, tapi Dhea sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan
tangan masih terikat ke belakang. Kepala Dhea terbenam ke lantai. Dhea
masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Dhea
tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan
Dhea.
Aku masukkan dari belakang sebelum Dhea sempat meronta, aku pegangin
pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat
masih nungging ke atas aku tekan punggung Dhea dengan tanganku sehingga
kepala dan dada Dhea makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa
dia dengan gaya seperti anjing. Dan Dhea sendiri sekarang mendengking-
dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi
rambutnya, membuat kepala Dhea terangkat. BandarQ
Dhea benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung.
Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal
berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergatin menekan
punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi,
sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi.
Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya
yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku
ketahuan, jadi aku tetap metahan penisku di liang kenikmatan Dhea
sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat
Dhea dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke
rahim Dhea yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
“Oh Dhea, sayangku, oh, oh..”
Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh
Dhea, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama
hidupku. Dhea tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga
terputus- putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan
menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Dhea. Aku menghentak dia beberapa
kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Dhea
sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini
masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya
yang tebal.
Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku
langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk
mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Dhea.
“.. Makasih sayang”, aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.
Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar
kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku
berpikir untuk kembali dan menculik Dhea serta mengajak beberapa orang
temanku untuk mencicipinya.
Tidak ada komentar: