Gairah Sex Istri Simpanan Liar
LIGACAPSA Nama saya Ogi, berumur 30 tahun, dan ingin berbagi kenangan indah
seks saya. Ketika itu saya masih bekerja di salah satu KAP terkenal di
kota J. Saya bertugas melakukan audit pada perusahaan yang bergerak
dalam pengeboran minyak dan kayu yang memiliki field di pulau K.
Ketika itu hari ke-12 saya melakukan audit, karena weekend saya ikut
bersama-sama karyawan yang sedang off untuk sama-sama ke kota B di
pulau K. Di dalam perjalanan menuju kota B dengan heli milik perusahaan
tersebut, saya berkenalan dengan seorang Expatriate yang memiliki rumah
di kota B. Singkat cerita ia menawarkan rumahnya yang memiliki paviliun
untuk saya tempati selama saya berada di kota dan tentu saja saya sangat
setuju.
cerita sex dewasa, cerita sex sedarah, cerita sex bergambar,
cerita sex terbaru, cerita sex tante, cerita sex hot, cerita sex
selingkuh, cerita dewasa sex, kumpulan cerita sex, cerita sex artis,
cerita sex pembantu, cerita sex abg, cerita sex jilbab, cerita sex
perawan, cerita sex indonesia.
Setibanya kami di rumah, Expatriate itu memperkenalkan istrinya dan
kedua anaknya kepada sayadan memberitahukan bahwa saya akan menempati
paviliun depan selama weekend ini. Teh Ana, begitu saya memanggilnya dan
sebaliknya ia memanggil saya dengan sebutan Pak karena suaminya yang
Expatriate itu mengatakan hubungan pekerjaan saya dengan perusahaan
tempatnya bekerja.
Lewat kira-kira sejam saya berendam, setengah tertidur di kamar
mandi ketika samar-samar saya dengar ketukan di pintu kamar mandi.
Setengah sadar saya melompat dan langsung membuka pintu kamar mandi.
Saya terkejut bukan kepalang karena tiba-tiba Teh Ana telah ada di
depanku. Teh Ana juga tidak kalah kalah terkejutnya, melihat saya dalam
keadaan bugil. Sambil berucap yangtak jelas, “Ah.. eh..” saya langsung
berbalik ke dalam dan mengambil handuk dan langsung membungkus tubuh
terlarang saya dan kembali keluar menemui Teh Ana. Di luar, Teh Ana juga
masih gugup dan kaku berbicara kepada saya, “Eh.. anu Pak, e.. Mr. Eric
sudah kembali lagi ke field, katanya ada kebocoran pipa di pengeboran
dan hari senin pagi Bapak akan dijemput oleh orang proyek di sini.”
lanjutnya. “Oh..” jawab saya pendek.
Lalu saya berjalan ke depan, untuk memakai baju di dalam kamar, Teh
Ana menunjukkan dimana saya bisa menyusun dan menyimpan pakaian saya
serta menyodorkan kantong, “Pakaian kotornya taruh di sini, biar nanti
dicuci pembantu,” katanya. Ketika saya membungkuk untuk membuka tas dan
akan menyusunnya ke dalam lemari, tiba-tiba terlepaslah handuk yang
membelit di pinggang, saya terkejut setengah mati, dan wajah saya merona
merah, karena malu. Ternyata Teh Ana, tidakterlihat terkejut, Teh Ana
hanya memandang saya sambil tersenyum nakal, lalu katanya, “Sudah berapa
lama di hutan?”
Sambil membetulkan handuk, saya menjawab sekenanya, “Sekitar dua minggu.”
“Wah, lumayan juga dong.. pasti udah lama tidak diasah, ya Pak?”
Saya hanya meringis, mengiyakan. Melihat Teh Ana tidak terkejut dan
malah berkomentar lucu, timbul niat iseng di kepala saya. Sambil kembali
melepaskan handuk di pinggang, saya balik bertanya, “Teh Ana juga udah
lama dong, nggak dibor?”
Sial, ternyata Teh Ana langsung keluar kamar, saya tidak begitu peduli
awalnya, tapi saya pikir mungkin telah melukai perasaan wanita,
buru-buru saya mengenakan CD dan mencari-cari jeans di dalam tas untuk
saya pakai dan mengejar Teh Ana, untuk minta maaf.
Samar-samar saya dengar pintu tertutup dan, “Klik..” suara anak
kunci diputar, sebentar kemudian Teh Ana sudah ada di belakang saya
sambil berusaha menarik turun jeans yang sedang saya pakai.
“Nggak usah dipakai lagi deh Pak,” sambil memeluk dari belakang,
tangannya meraba dada saya yang berbulu halus, tentu saja dadanya
menempel pada punggung saya dan terasa hangatnya kedua gunung kembar
itu.
“Kalo saya udah lama nggak dibor, mau nggak Bapak melakukan pengeboran
di sumur saya?” Teh Ana seperti merajuk mengemukakan pertanyaan itu.
Saya langsung berbalik dan memeluk Teh Ana erat-erat. “Teh Ana, nggak
mungkin ada lelaki yang bisa nolak kalo diajak oleh Teteh.. lihat meski
anak dua, pinggul masih berisi, dada membusung dan kemulusan Teteh..
cek..cek.. kyai aja mungkin bakalan luluh, Teh..”
Mendapat angin dari saya, Teh Ana berusaha membalas pelukan saya,
sambil satu tangannya diturunkan untuk menarik CD saya ke bawah.
Merasakan isyarat tubuh Teh Ana yang bergetar dan hangat, saya segera
melakukan rabaan, elusan di punggung yang terbungkus T-Shirt, yang
dikenakan oleh Teh Ana. Saya ciumi telinga dan tengkuk Teh Ana, saya
dapat merasakan Teh Ana menghentakkan kepalanya ke belakang, merasa fly
dan kegelian yang amat sangat. Saya masukkan sebelah tangan saya untuk
melepas pengait bra yang dipakai Teh Ana, dan menariknya lepas dari
tempatnya. Tangan saya terus bergerilya meraba ke arah ke dua gunung
kembar milik Teh Ana, memutar dan menyentuhnya dengan hati-hati,
melakukan putaran telunjuk di sekitar bawah puting berganti-gantian, dan
saya rasakan Teh Ana semakin menggelinjang dan serasa tidak kuat
menahan berat badannya sendiri.
Sambil membimbing Teh Ana duduk di tempat tidur, saya terus mencium
telinga dan kuduk Teh Ana, saya tarik T-Shirt yang dipakainya ke atas,
tersembullah pemandangan yang indah di depan saya, dua buah delima yang
ranum tergantung indah, tanpa bisa menyembunyikan kekaguman, “Teh..
bener-bener sempurna.” Saya kembali menciumi telinga dan kuduk kemudian
ke dagu, dan saya lumat bibirnya yang ranum, saya mainkan lidah saya di
dalam rongga mulut Teh Ana, tangan saya juga bekerja untuk mengerjai
kedua buah gunung kembar milik Teh Ana. Teh Ana semakin klimaks dan saya
tidak memberi kesempatan lagi, saya tarik rok ketatnya, saya tarik
turun CD-nya, maka tersembullah pemandangan yang luar biasa, belahan
luar yang tertutup bulu lebat, semakin ke tengah dan mendekati sentral
semakin menipis seolah-olah seperti diatur oleh salon. Saya ciumi
gundukan tebal itu, saya gunakan jari telunjuk dan tengah untuk menguak
gundukan tersebut, kemudian menjilatinya dengan perlahan-lahan sambil
menyedot dan menggigit kecil. Teh Ana tak tahan mengeluarkan erangan,
“Ah.. ahh..” sambil menekan kepalaku dari atas. “Terusin Pak, teruss..
sedoott..” Saya naikkan kakinya ke tempat tidur, dan memutar tubuh saya
di atas tubuh Teh Ana dan melakukan oral 69, merem-melek yang saya
rasakan. “Aahh.. ashh..” suara saya bersaut-sautan dengan desahan Teh
Ana.
Hampir 20-30 menit kami melakukan oral seks, di kemaluan Teh Ana
sudah banjir ludah saya dan bercampur dengan maninya. Kemudian saya
bersihkan dengan menyedotnya, dengan tiba-tiba sayatarik penis dari
mulutnya, “Sloobb.. ss..” dan langsung mengajak Teh Ana berdiri dekat
dengan kursi, saya angkat kaki kanan Teh Ana dan mendudukkannya di atas
meja rias. Kemudian saya arahkan penis yang sudah tegang tidak terkira
ini ke vaginanya, terpeleset karena licin dan banyaknya cairan yang
keluar dari dalam kemaluannya, dengan sigap Teh Ana menangkap dan
membimbing penis saya ke dalam, ketika kudorong, “Aahh.. ah.. tolong
gerakin doong, aduuh.. enak banget Pakk.. gila.. kok punya Bapak bisa
lebih gede dari punya suami kontrak saya.. ahh.. shh..” Saya tarik,
dorong perlahan-lahan terus dengan lembut. Ternyata dengan cara inilah
Teh Ana justru tidak dapat mempertahankan maninya untuk mengalir.
Kukunya mencengkeram pundak saya, mulutnya menggigit bahu.
“Aahh.. ashh.. aduhh.. nggaak tahan nih aku.. keluar.. agghh..” saya
tetap dengan sabar mendorong, menarik dan memasukkan penis saya,
memutar sambil mendorong dengan lambat-lambat kembali membangkitkan
libidonya Teh Ana. Perlahan tapi pasti, kedua bukit kembarnya semakin
menegang kembali, saya raba kedua bukit kembar itu, saya hisap perlahan,
saya gigit tahan putingnya dan Teh Ana benar-benar seperti
terombang-ambing di atas meja. Meja rias yang menopang tubuh Teh Ana
ikut bergoyang mengikuti irama yang saya buat, tetapi teh Ana semakin
liar dan tidak mampu menahan gejolak hasrat seksnya.
Kurang lebih 20-30 menit saya memasukkan, mendorong, menarik,
memutar penis saya di dalam vaginanya, mencoba membongkar isinya dengan
benar-benar perlahan, tapi gejolak Teh Ana ternyata semakin tidak
terbendung, “Aahh.. ashh.. aku.. kelluaarr lagi nihh.. ahh.. kamu pinter
banget ngerjain aku.. aduuhh..” dengan berakhir lenguhannya, saya
rasakan penis saya seakan tersedot dan hangat tersiram maninya. Saya
juga sudah merasa letih dengan berdiri terus mengerjai kemaluannya Teh
Ana, tubuh saya dan Teh Ana sudah bersimbah keringat, padahal gerakan
yang saya lakukan benar-benar perlahan.
Saya mencabut penis di kemaluan Teh Ana. “Teh, kita pindah di bed
yuk..” sambil saya bopong tubuh sintalnya yang mulus, saya baringkan dia
di tempat tidur nomor 1 yang ada di kamar itu, kemudian saya balikkan,
tubuhnya dan posisi menungging, kemaluan dan sebagian klitorisnya
mendongak seolah menantang. “Ayoo hantam aku..” saya tunggangi Teh Ana,
seperti seorang Joki, lalau saya masukkan batangan saya dengan tidak
merubah ritmenya, tetap santai tetapi tetap menghujam sampai ke
dasarnya. Saya raba payudaranya yang bergoyang-goyang karena dorongan
saya dari belakang. “Teruusshh.. sshh.. ahh.. shh..” ceracau Teh Ana
benar-benar membuat saya semakin asyik menggoyang pantat, menghujam
vaginanya yang sudah benar-benar banjir. “Ahh.. sshh..” saya juga
merasakan penisku berdenyut. “Aahh.. agghh..” Teh Ana memutar-mutar
pantatnya sehingga saya benar-benar merasakan nikmat yang luar biasa.
Sedotan vaginanya begitu melambungkan perasaan.
“Aaahh.. sshh.. ahh..” saya tidak lagi menyebut Teteh seperti
sebelumnya. “Na.. asshh.. gilaa.. empot ayammu.. ahh.. hebat beneerhh..
ahh.. aghh.. asshh.. ahh..” sampai akhirnya saya tidak kuat menahan dan
Teh Ana juga sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya yang keenam
kalinya. Kali ini dia tidak memberi kesempatan kepada saya untuk menahan
lagi, dan langsung menarik pantatnya ke depan. “Sloobb..” saya
terkejut, sudah di ujung kok malah ditarik. “Na.. kenapa..” tanpa
menjawab dia mendorongku hingga jatuh terlentang dan langsung
mengangkangi dan memasukkan penisku yang berdiri kokoh dan agak nyeri
karena hampir 3 jamtegang yang sengaja kutahan tidak menggelepar. Teh
Ana mulai memasukkan dan menggoyang pantatnya naik.. turun.. naik..
turun sambil memutar-mutar.
“Aahh.. gila.. Na.. akuu pingin keluar.. ahh..”
“Tahan sedikit.. sayang, aku juga udah mau keluar kok.. tahan yah..
ahh..” akhirnya TehAna ternyata sudah keluar, hal itu dapat saya rasakan
dari kehangatan menjalar melalui penis dan terus mengalir ke pahaku.
Saya bangun dan ganti mendorong tubuhnya sehingga dia menjadi telentang.
“Kenapa.. udah dikeluarin Sayang..” Ternyata dia masih mengeluarkan
maninya, hampir 1 menit berselang kurasakan Teh Ana masih mengalir
maninya, dan kuterjang habis-habisan dengan ritme lebih cepat sedikit.
Kuputar putingnya, diciuminya putingku. “Cupp.. sluupp..” dan, “Ayo..
Sayang.. ahh.. aghh..” dia mengikuti irama tekananku sambil kurasakan
empot ayamnya bekerja kembali dan akhirnya kami tidak tahan, lagi-lagi
teh Ana menyemburkan maninya dan kukeluarkan di dalam vaginanya. Kulihat
Teh Ana benar-benar menerima dengan nikmat, muncratan spermaku di dalam
vaginanya sampai hampir sepuluh kali muncrat dan setiap muncratan dia
sambut dengan dorongan pantatnya ke arahku, sampai akhirnya saya
terkulai di atasnya. Saya kecup dahinya, “Thanks ya.. kamu benar-benar
mengagumkan.. sungguh, belum pernah pengalaman seperti ini aku alami..”
Jawabnya, “Kamu juga benar-benar luar biasa, lakiku bule tapi tidak
sehebat kamu yang melayu.” Saya ciumi bibirnya dengan lembut, dagunya
dan matanya lalu kami tertidur dengan lelapnya. Terbangun sudah hampir
subuh dan Teh Ana mulai menggesek-gesekkan tangannya di kemaluanku dan
saya begitu terangsangnya lalu kami bercinta lagi sampai jam 8:00 pagi.
Hari Minggu benar-benar kami isi di atas ranjang, istirahat
sebentar, bercinta lagi, makan dan minum shake dan bercinta lagi sampai
pagi hari Seninnya. Waktu menunggu jemputan mobil proyek pun, masih kami
lakukan bercinta di kamar mandi, walaupun cukup singkat dan
mencuri-curi, benar-benar membuatku excited dan menggoreskan kenangan
yang sangat mendalam dalam dua hari itu. Terima kasih atas segalanya Teh
Ana.
Gairah Sex Istri Simpanan Liar
Reviewed by
ganjawati11ho
on
Desember 05, 2017
Rating:
5
Tidak ada komentar: